Oleh:
Erwin Irawan Permana (dari berbagai sumber)
Staf Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak
Lophobaris piperis Marshall dikenal sebagai hama pada tanaman lada yang menyebabkan kerugian secara ekonomis tinggi. Sudaryanto (2000) menyatakan bahwa, jenis hama utama pada tanaman lada di Lampung adalah penggerek batang (Lophobaris spp.) dan pengisap buah (Dasynus piperis) sedangkan penyakit utamanya adalah penyakit busuk pangkal batang (Phytophtora capsisi). Tingkat kematian tanaman muda dan tanaman produktif akibat serangan penyakit busuk pangkal batang mencapai antara 5-10 persen per tahun.
Dengan banyaknya kerugian yang ditimbulkan, maka kita harus mengenal lebih jauh mengenai makhluk yang satu ini. Lophobari piperis Marshall hanya salah satu dari genus Lophobaris yang menyerang pada tanaman lada. Pada tanaman lada terdapat 2 hama dari genus Lophobaris yang merugikan petani lada. Sutarno dan Agus (2009) menyatakan bahwa terdapat dua jenis kumbang penggerek yang menjadi hama tanaman lada, yaitu kumbang kecil (Lophobaris piperis) dan kumbang besar (Lophobaris seretipes). Disebut dengan kumbang kecil karena ukurannya yang sangat kecil, panjangnya hanya sekitar 4 mm dengan warna abu-abu berbercak kuning ditengahnya. Sementara itu, kumbang besar berukuruan lebih beasr dari kumbang kecil yang di Lampung dikenal dengan nama gagajah.
1. Kumbang kecil aktif dari pukul 17.00 – 18.30 dan pada siang hari berisitirahat di rerimbunan dedaunan yang teduh dan gelap. Perkembangannya sangat cepat karena kumbang betina mampu bertelur hingga 525 butir setiap kali musim berkembang biak. Mereka menjadi hama tanaman lada karena menggerek batang tepat di buku – buku batang dan buku – buku cabang. Bagian yang terserang akan berlubang – lubang serta serangan yang serius mengakibatkan tanaman layu dan mati.
2. Kumbang besar menjadi hama karena menggerek batang dan larvanya menghisap cairan tanaman di batang yang masih muda serta pucuk tanaman. Serangan serius mengakibatkan tanaman layu dan akhirnya mati.
Dengan mengetahui dimana posisinya dalam pengelompokkan silsilahnya diharapkan dapat dipelajari lebih mendetail perihal karakteristik dan sifat-sifat khasnya dibandingkan dengan spesies lainnya. Berikut silsilah dari Lophobaris piperis :
Dengan mengetahui dimana posisinya dalam pengelompokkan silsilahnya diharapkan dapat dipelajari lebih mendetail perihal karakteristik dan sifat-sifat khasnya dibandingkan dengan spesies lainnya. Berikut silsilah dari Lophobaris piperis :
Domain: Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978 - eukaryotes
Kingdom: Animalia - Linnaeus, 1758 - animals
Subkingdom: Bilateria - (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983
Branch: Protostomia - Grobben, 1908
Infrakingdom: Ecdysozoa - Aguinaldo Et Al., 1997 Ex Cavalier-Smith, 1998
Superphylum: Panarthropoda - Cuvier
Phylum: Arthropoda - Latreille, 1829 - Arthropods
Subphylum: Mandibulata - Snodgrass, 1938
Infraphylum: Atelocerata - Heymons, 1901
Superclass: Panhexapoda
Epiclass: Hexapoda
Class: Insecta - C. Linnaeus, 1758 - Insects
Subclass: Dicondylia
Infraclass: Pterygota
Order: Coleoptera - C. Linnaeus, 1758
Suborder: Polyphaga - Emery, 1886 - a genus of Blister Beetles (Meloidae)
Infraorder: Cucujiformia
Superfamily: Curculionoidea
Family: Curculionidae - Latreille, 1802
Genus: Lophobaris
Specific name: piperis - Marshall, G.A.K., 1930
Scientific name: - Lophobaris piperis Marshall, G.A.K., 1930
sumber : silsilah L. piperis
Polyphaga adalah subordo terbesar dan paling beragam dari serangga jenis kumbang, nama ini berasal dari dua dua kata Yunani: poli-, yang berarti 'banyak, beragam', dan phagein, yang berarti 'makan', jadi subordo polyphaga disebut juga "pemakan segala". Subordo ini terdiri dari 144 Famili dari 16 superfamilies, dengan kemampuan adaptasi dan spesialisasi yang beragam. Subordo ini terdiri 300.000 jenis atau sekitar 90% dari spesies kumbang sejauh ini ditemukan (wikipedia, 2010). Karakteristik kunci dari Polyphaga adalah bahwa coxa belakang (pangkal kaki), tidak membagi perut pertama dan kedua / piring perut yang dikenal sebagai sternites. Juga, jahitan notopleural (ditemukan di bawah perisai pronotal) tidak hadir (Johnson et al. 2004).
Penggerek batang ini juga menjadi penyebab timbulnya penyakit yang disebut dengan “ganggang pirang“, setidaknya demikian yang diungkapkan oleh pakar penyakit tanaman dari UGM. Berikut kutipan diskusinya dengan staf Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak : ”Pemupukan N yang berlebihan ditambah dengan lapisan top soil hanya sekitar 15 cm menyebabkan kondisi tanaman lemah (batangnya lunak) sehingga disukai oleh hama penggerek batang lada (Lophobaris piperis) ”kata pakar penyakit dari UGM Prof. Dr. Bambang Hadisutrisno, DAA. Serangga ini membuat lubang gerekan dan mengeluarkan sekresi yang manis sehingga jamur Septobasidium bogoriensis yang memang sudah ada di udara terbuka menempel pada cabang/ranting juga pada serangga. Jamur Septobasidium epifitik terutama pada tanaman berkayu, dan parasitik pada serangga dan mengabsorbsi nutrien serangga dengan haustoria. Larva yang terparasit jamur tidak segera mati, menembus cabang lada membuat lubang atau terowongan di dalam cabang atau batang lada. Selanjutnya jamur berkembang dan mencapai permukaan, membentuk koloni berwarna kecoklatan mengelilingi batang atau cabang lada yang menyerupai lichenes. Warna kecoklatan ini oleh masyarakat disebut pirang, dan karena mirip lichenes maka disebut ganggang pirang (bptpbun pontianak, 2009).
Tanaman, binatang dan mikroorganisme bisa berinteraksi satu sama lain dimana interaksi tersebut dibutuhkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit untuk memasuki jaringan tanaman dengan vektor dari binatang (serangga) (Agrios 1980 dalam Marianne, 1988). Transmisi patogen jamur pada tanaman oleh serangga dapat terjadi melalui polinasi ataupun lewat luka karena proses makan dan peletakan telur oleh ovipositor. Kontaminasi serangga oleh jamur dapat terjadi diluar atau dalam tubuh serangga tersebut. Dapat terjadi hubungan simbiosis antar jamur dan serangga dimana jamur mendapatkan makanan dari eksudat yang dikeluarkan oleh serangga (Carter, 1973 dalam Marianne, 1988).
Pengendalian kumbang ini dapat dilakukan secara mekanis dan kimiawi. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara menggelar kain putih di dekat pangkal batang, kemudian menggoyang-goyangkan tanaman lada, sehingga kumbang berjatuhan. Setelah terkumpul di kain putih, kumbang dimusnahkan dengan cara dibakar (Sutarno dan Agus 2009). Pengendalian L. piperis dengan cara mekanis atau kimiawi dilakukan karena populasi serangga ini ditemukan sepanjang tahun. Pengendalian dengan cara mekanis dapat dilakukan setiap hari dengan cara mengambil dan membunuh serangga, baik serangga dewasa maupun larva yang terdapat pada tanaman. Pengendalian dengan cara ini selain mudah dilakukan juga aman bagi lingkungan (Rojak, 2002). Hama penggerek batang ini memiliki musuh alamu yaitu Spathius piperis yang menjadi parasit pada larva penggerek batang. Untuk meningkatkan populasi dari parasit ini maka dapat dilakukan dengan menanam Arachis pintoii (tanaman sejenis kacang-kacangan atau akar berbintil) diantara tanaman lada. Sehingga dengan cara ini serangan hama ini dapat ditekan (Sutarno dan Agus, 2009).
Sementara itu, untuk pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida Supracide 40 EC atau menyebarkan Furadan 3 G di sekeliling perakaran tanaman. Dosis yang aman dapat dibaca di kemasannya (Sutarno dan Agus, 2009). Rojak (2002) menyatakan bahwa pengendalian dengan menggunakan insektisida akan banyak menimbulkan kerugian. Selain biayanya yang tinggi dan mencemari lingkungan, juga dapat menyebabkan residu pestisida pada biji, terutama bila aplikasinya dilakukan pada saat musim buah tua/masak. Menurut Deciyanto dan Wiratno (1990, dalam Rojak, 2002), usaha pengendalian hama ini sebaiknya dihubungkan dengan tahap pertumbuahan tanaman. Saat pertumbuhan vegetatif, insektisida dengan daya residu panjang lebih aman digunakan. Saat tanaman sedang berproduksi, pengendalian hama akan lebih aman menggunakan insektisida dengan daya residu terpendek, karena residu diharapkan telah terurai sebelum panen sehingga buah lada aman untuk dikonsumsi. Selain itu, pengendalian dengan menggunakan pestisida, aplikasinya harus dilakukan pada waktu dan saat yang tepat. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari saat cuaca sejuk dan kelembapan tinggi. Biasanya pada saat tersebut serangga dewasa masih berada diluar tanaman sehingga bila dilakukan penyemprotan akan langsung mengenai sasaran.
Tingkat populasi serangga dewasa L. piperis tertinggi terjadi pada musim buah tua/masak yaitu pada bulan Juli – Oktober. Tingkat populasi terendah terjadi pada musim bunga yaitu bulan Januari – Maret. Pengendalian hama L. piperis dengan menggunakan pestisida sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat sehingga didapatkan hasil yang maksimal.
Sementara itu, untuk pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida Supracide 40 EC atau menyebarkan Furadan 3 G di sekeliling perakaran tanaman. Dosis yang aman dapat dibaca di kemasannya (Sutarno dan Agus, 2009). Rojak (2002) menyatakan bahwa pengendalian dengan menggunakan insektisida akan banyak menimbulkan kerugian. Selain biayanya yang tinggi dan mencemari lingkungan, juga dapat menyebabkan residu pestisida pada biji, terutama bila aplikasinya dilakukan pada saat musim buah tua/masak. Menurut Deciyanto dan Wiratno (1990, dalam Rojak, 2002), usaha pengendalian hama ini sebaiknya dihubungkan dengan tahap pertumbuahan tanaman. Saat pertumbuhan vegetatif, insektisida dengan daya residu panjang lebih aman digunakan. Saat tanaman sedang berproduksi, pengendalian hama akan lebih aman menggunakan insektisida dengan daya residu terpendek, karena residu diharapkan telah terurai sebelum panen sehingga buah lada aman untuk dikonsumsi. Selain itu, pengendalian dengan menggunakan pestisida, aplikasinya harus dilakukan pada waktu dan saat yang tepat. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari saat cuaca sejuk dan kelembapan tinggi. Biasanya pada saat tersebut serangga dewasa masih berada diluar tanaman sehingga bila dilakukan penyemprotan akan langsung mengenai sasaran.
Tingkat populasi serangga dewasa L. piperis tertinggi terjadi pada musim buah tua/masak yaitu pada bulan Juli – Oktober. Tingkat populasi terendah terjadi pada musim bunga yaitu bulan Januari – Maret. Pengendalian hama L. piperis dengan menggunakan pestisida sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat sehingga didapatkan hasil yang maksimal.
Daftar Pustaka
Sudaryanto Bambang. 2000. Pengendalian hama penyakit pada tanaman lada. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) Natar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 21 hal.
Sutarno & Agus Andoko. 2009. Budi Daya Lada; Si Raja Rempah-rempah. AgroMedia Pustaka. Cetakan 1.
Johnson, Norman F.; Triplehorn, Charles A. (2004). Borror and DeLong's Introduction to the Study of Insects (7th ed.). Belmont: Brooks/Cole. pp. 365–400, 428–429. ISBN 0030968356.
Marianne, P. de Nooij. 1988. The Role of Weevils in the Infection Process of the Fungus Phomopsis subordinaria in Plantago lanceolata. Blackwell Publishing. klik disini
Rojak, Abdul. 2002. PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN POPULASI HAMA PENGGEREK BATANG (Lophobaris piperis) PADA TANAMAN LADA. Buletin Teknik Pertanian Vol 7. Nomor 2. klik disini
No comments:
Post a Comment