Monday, February 14, 2011

Pedoman Teknis Daerah Gernas Kakao

PEDOMAN TEKNIS DAERAH
Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional


BAB I.
PEREMAJAAN TANAMAN

1.       Pendahuluan
Pada tahun 2008 diidentifikasi bahwa sekitar 70.000 Ha kebun kakao  di  sentra  produksi  kakao,  kondisi  tanamannya  sudah tua/rusak,  tidak  produktif  dan  terserang  berat  hama  dan penyakit  sehingga  perlu  dilakukan  peremajaan  tanaman secara bertahap.
Pada  tahun 2009 melalui Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu  Kakao  Nasional  akan  dilakukan  peremajaan  tanaman seluas  20.000 Ha  di  9 Provinsi  pelaksana Gerakan. Sebagai kompensasi  bagi  petani  peserta,  maka  diberikan  bantuan benih  jagung  untuk  ditanam  di  areal  kakao  seluas  yang diremajakan.  Dalam  rangka  melaksanakan  peremajaan  tanaman  perlu ditetapkan Pedoman Teknis sebagai acuan  teknis bagi Dinas Provinsi  yang  membidangi  perkebunan  dalam  menyusun Petunjuk  Pelaksanaan  (Juklak)  yang  selanjutnya  dipedomani oleh  Dinas  Kabupaten/Kota  yang  membidangi  perkebunan dalam  menyusun  Petunjuk  Teknis  (Juknis).  Bila  kegiatan dialokasikan di Provinsi, maka Juklak dan Juknis disusun oleh Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
2.  Tujuan
Memperbaiki  kondisi  kebun  yang  tanamannya  sudah  tua, rusak,  tidak  produktif,  dan  terserang  berat  oleh  hama  dan penyakit.
3.  Sasaran
Kebun  kakao  yang  tanamannya  sudah  tua,  rusak,  tidak produktif,  dan  terserang  berat  hama  dan  penyakit  seluas 20.000  ha  di  9 Provinsi  yang  tersebar  di  39 Kabupaten/Kota pelaksana  Gerakan  Peningkatan  Produksi  dan  Mutu  Kakao Nasional.

Unduh Pedum Gernas Kakao Selengkapnya

MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET

MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET


Chairil Anwar
Pusat Penelitian Karet
P.O. Box 1415, Medan 2001

  
PENDAHULUAN
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia.   Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada  tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004.  Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.  Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta.  Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta  ton.  Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui  perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan.  Guna mendukung hal
ini, perlu diadakan bantuan yang bisa  memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.                    (Disampaikan pada pelatihan “Tekno Ekonomi Agribisnis Karet” tanggal 18 Mei 2006, di Jakarta  oleh PT. FABA Indonesia Konsultan)

Pada makalah ini disajikan, (i) prospek dan peluang pasar komoditi karet alam dilihat dari permintaan dan penawaran karet alam sampai dengan tahun 2035,  (ii) manajemen dan teknologi budidaya karet, yang meliputi syarat tumbuh tanaman karet berdasarkan iklim dan  dan  kesuburan tanah, klon karet  rekomendasi dan teknik budidaya karet lainnya dari mulai tanam sampai panen, dan (iii) kebutuhan investasi pengusahaan kebun karet  dalam bentuk analisis kelayakan finansial.

PROSPEK DAN PELUANG PASAR
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan,  conveyor belt, sabuk transmisi,  dock fender, sepatu  dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia.  Kebutuhan  karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan  baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan. 
Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan  Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang relatif stagnan. 
Menurut perkiraan International Rubber Study Group (IRSG), diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone, Goodyear dan Michellin.  Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk  Task Force Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035.
Hasil studi REP meyatakan bahwa  permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam.  Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5 juta ton.  Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia -2%.  Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat dicapai melalui peremajaan atau penaman baru karet yang cukup besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton.
Sejak pertengahan tahun 2002 harga karet mendekati harga US$ 1.00/kg, dan sampai sekarang ini telah mencapai US$ 1.90kg untuk harga SIR 20 di SICOM Singapura.  Diperkirakan harga  akan mencapai US$ 2.00 pada tahun 2007 dan pada jangka panjang  sampai 2020 akan tetap stabil, dikarenakan permintaan yang terus meningkat terutama dari China, India, Brazil dan negara-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia-Pasifik.



TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET
Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: 
•  Syarat tumbuh tanaman karet
•  Klon-klon karet rekomendasi
•  Bahan tanam/bibit
•  Persiapan tanam dan penanaman
•  Pemeliharaan tanaman: pengendalian gulma, pemupukan dan  pengendalian penyakit
•  Penyadapan/panen

1.  Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.  
a. Iklim 
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU.  Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat.  
    Curah hujan 
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian,  jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
    Tinggi tempat 
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut.  Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet.
  Suhu optimal diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C.
    Angin 
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet


b. Tanah 
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah  dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m.  Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik  karena kandungan haranya rendah. 
Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,  0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH  < 3,0 dan > pH 8,0.  Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada   umumnya antara lain :
  -     Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan   lapisan cadas
  -     Aerase dan drainase cukup
  -     Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
  -     Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
  -     Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
  -     Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara  mikro
  -     Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
  -     Kemiringan tanah < 16% dan
  -     Permukaan air tanah < 100 cm.

2.  Klon-klon Karet Rekomendasi
Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya.  Pemerintah  telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar  3 - 4 juta ton/tahun pada tahun 2025.
Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila minimal 85% areal kebun   6 karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu.  Pada Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005,  telah direkomendasikan klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya.  Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang akan dihasilkan. 
Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya.  Klon GT 1 dan RRIM 600  di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun  Colletotrichum dan  Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR  255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka  terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu  pengelolaanya harus dilakukan secara tepat.

Selengkapnya bisa diunduh disini
Unduh juga Karet Yang Elastis dan Dinamis