Showing posts with label Hama. Show all posts
Showing posts with label Hama. Show all posts

Sunday, March 27, 2011

Metoda Inventarisasi OPT 

Kegiatan ini menggunakan metode Survey, adapun kegiatan inventarisasi ini terbagi kedalam beberapa tahapan, yang terdiri dari :
        - Pengamatan (surveillance)
        - Pengambilan sampel
        - Isolasi dan Identifikasi
        - Pengawetan spesimen dalam koleksi
        - Pelabelan
        - Dokumentasi
    Pengamatan (Surveillance)
            Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan menentukan parameter pengamatan, beberapa parameter yang diamati adalah :
a.    Umur bibit
Umur bibit tanaman kakao sekitar
Umur bibit tanaman kopi kurang dari setahun (Bibit dari perkecambahan biji) dan 3 – 8 bulan (Bibit sambungan) (Anonim, 2006).
b.    Tempat pembibitan
Bibit tanaman kopi dan kakao kadang tidak ditanam di persemaian yang khusus, tetapi sebagian petani menggunakan tempat yang ada sebagai pembibitan. Oleh karena itu tempat pembibitan disini disesuaikan dengan keadaan di lapangan mengacu pada umur bibit tanaman.
c.    Bagian tanaman yang diamati
-          Akar
Untuk tanaman kopi khususnya, terdapat nematode yang menyerang perakaran dari pembibitan sampai dewasa, oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan dari bagian perakaran.
-          Batang / cabang
-          Daun

Metode pengambilan sampel

            Area pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan populasi tanaman di lapangan, yang diperkirakan dapat mewakili tanaman secara keseluruhan jika memungkinkan. Dalam kegiatan ini dibatasi areal pengambilan sampel 20 % dari populasi tanaman yang ada.
Untuk pengambilan sampel patogen tanaman ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
a.    Diusahakan bersamaan harinya dengan pengiriman sampel tersebut untuk ditangani di laboratorium.
b.    Pilih sampel pada garis batas antara bagian tanaman yang sakit dan yang sehat.
c.    Apabila dicurigai akar sebagai masalah, ambil tanah dan jaringan batang bawah beserta sampel akarnya.
d.    Tempatkan sampel pada kertas koran jika sampel masih akan memakan waktu lama untuk ditangani di laboratorium. Sampel ditempatkan pada kantong plastik yang dapat ditutup rapat dan taruhlah kertas tisu kering atau kertas pengering untuk mengisap kelembaban yang berlebihan jika sampel akan segera ditangani di laboratorium
e.    Jangan menambahkan kelembaban atau membungkus sampel basah.
f.     Jangan biarkan bahan sampel mengering.
g.    Pelabelan

Untuk pengambilan sampel serangga relatif lebih mudah dalam penanganan tetapi membutuhkan keahlian dalam pengumpulannya, karena serangga sifatnya aktif dan bisa berada dimana saja pada bagian tanaman ataupun diluar bagian tanaman. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel serangga di lapangan:
a.    Serangga yang aktif dikumpulkan dengan cara ditangkap menggunakan alat berupa sweeping net.
b.    Serangga yang telah ditangkap kemudian dimatikan dalam killing bottle yang berisi chloroform.
c.    Serangga dikumpulkan pada toples plastik berventilasi untuk sementara sebelum ditangani di laboratorium.
d.    Apabila mengirimkan serangga kecil dan/atau tubuhnya lunak (seperti, trips, kutu daun, tungau, dan larva), tempatkan spesimen ke dalam 65% etil alkohol-35% air dan isilah wadah sampai penuh.
e.    Serangga yang dikumpulkan dalam keadaan mati untuk keamanan saat membawa dari lapangan. Tetapi ada beberapa serangga yang mungkin diambil secara hidup, misalnya ketika serangga tersebut masih dalam stadia larva atau nimfa dan kemungkinan kita membutuhkan serangga tersebut untuk ditumbuhkan sampai imago untuk mempermudah identifikasi.

Isolasi dan Identifikasi
Setelah kembali dari lapangan, spesimen sampel sebaiknya segera dipilah-pilah berdasarkan ketahanan sampel tersebut. Prioritas perlu diberikan kepada spesimen yang cepat memburuk, seperti jamur makro yang berdaging atau spesimen-spesimen yang patogennya harus segera diisolasi dari jaringan tanaman. Bakteri dan jamur patogen seringkali harus diisolasi dan dikulturkan dari specimen tanaman berpenyakit sebelum dapat diidentifikasi. Patogen yang dapat tumbuh saprobik (parasit fakultatif atau nekrotrof) umumnya dapat ditumbuhkan dalam kultur, walaupun beberapa di antaranya memerlukan perlakuan khusus

a.    Isolasi
-          Persiapan Isolasi
Banyak jamur dan bakteri saprobik tumbuh pada atau mengkontaminasi jaringan tanaman sebagai pengkoloni sekunder luka penyakit. Oleh karena itu, penting sekali untuk berhati-hati ketika menggunakan teknik steril guna menghindari terjadinya kontaminasi. Sterilisasi permukaan jaringan yang dipotong seringkali diperlukan untuk menghilangkan mikroorganisme saprobik yang biasanya tumbuh di permukaan tanaman.
            Sterilisasi permukaan material tanaman yang sakit menghilangkan saprob dan memungkinkan bakteri atau jamur patogen untuk tumbuh tanpa gangguan bila material dilapiskan pada agar-agar. Etanol (70%) yang digunakan untuk menyeka permukaan atau merendam dapat mensterilkan seluruh permukaan. Tidak diperlukan pencucian pasca perlakuan, karena dapat tanpa dibakar atau dibiarkan menguap. Natrium hipoklorit cair juga banyak  digunakan dan sangat efektif sebagai desinfektan. Pemutih komersial mengandung  10–14% klorin tersedia. Ini biasanya digunakan pada pengenceran 10% (mengandung 1–1,4% klorin tersedia) dengan waktu pencelupan 1–5 menit. Larutan ini sebaiknya disimpan di dalam lemari es, karena kemampuannya akan hilang bila  disimpan lama. Larutan encer yang baru sebaiknya dibuat lagi setiap 2–3 minggu (Shivas & Beasley, 2005).
-         
IIsolai Jamur
Prosedur dasar untuk mengisolasi jamur patogen dari jaringan tanaman adalah sebagai berikut (Shivas & Beasley, 2005):
1.  Cucilah contoh jaringan di bawah air leding yang mengalir untuk menghilangkan tanah, debu, dan kontaminan lainnya; 
2.  Bila contoh terlalu banyak ditumbuhi saprob, sekalah dengan etanol 70%. Hal ini dianjurkan untuk mensterilkan permukaan  jaringan kayu yang sakit;
3.  Irislah jaringan dari tepi  utama luka yang berbatasan dengan jaringan  yang sehat;
4.  Letakkan irisan-irisan jaringan ke dalam larutan natrium hipoklorit 1% dalam etanol 10%. Hal ini perlu disesuaikan bergantung kepada sifat jaringan, karena misalnya, beberapa jaringan daun sangat berpori dan mungkin dapat  mengabsorbsi cukup banyak larutan sterilan untuk dapat mematikan patogen. Waktu pencelupan  untuk sterilisasi biasanya antara 1–5 menit;  
5.  Keluarkan irisan-irisan jaringan dari larutan untuk mensterilisasi dan cucilah dengan cara memindahkannya sebentar ke dalam air suling steril. Kemudian irisan-irisan tersebut sebaiknya dikeringkan di atas kertas saring steril, apabila memungkinkan, dilakukan di udara yang disaring dalam ruang isolasi (laminar flow), sebelum mengiris potongan jaringan kecil  (kira-kira 2 mm x2 mm) yang dilapiskan pada agar-agar air leding atau agar-agar dekstrosa kentang. Pengeringan penting, karena menghambat pertumbuhan bakteri kontaminan. Ketika melapiskan potongan  jaringan pada media agar-agar, tutup cawan Petri sebaiknya diangkat dan ditaruh kembali dengan hati-hati untuk menghindari masuknya kontaminan yang berasal dari udara;
6.  Pelat isolasi sebaiknya diinkubasi dengan posisi terbalik untuk mencegah kondensasi uap air pada permukaan agar-agar. Kebanyakan jamur pathogen tumbuh dengan baik pada suhu 25°C;
7.  Kultur murni dapat diperoleh dari koloni yang berasal dari spora tunggal atau dari ujung hifa yang terdapat pada pelat isolasi awal.  Kultur spora tunggal dapat dibuat dengan menyiapkan suspensi spora dalam air suling steril dan disebarkan di atas agar-agar air leding atau media lain yang sesuai. Pelat-pelat ini kemudian diinkubasikan di  dalam ruang gelap pada suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya pelat-pelat itu diperiksa di bawah mikroskop stereo dan spora-spora tunggal yang berkecambah pada sepotong kecil agar- agar dipindahkan dengan jarum inokulasi ke media yang sesuai;
8. Prosedur tersebut di atas dapat dimodifikasi  sesuai dengan pengalaman atau mengikuti petunjuk yang tercantum dalam pustaka.                                   
Dari daun
Pilihlah daun dengan bilur baru,  karena jamurnya dalam keadaan paling aktif. Secara hati-hati, irislah potongan kecil jaringan dari bagian tepi bilur dengan gunting atau skalpel steril. Sterilisasi permukaan material daun biasanya perlu dilakukan, 1–3 menit dalam larutan natrium hipoklorit 10%, dilanjutkan dengan pembilasan dengan air steril. Selanjutnya, potongan-potongan daun ditaruh pada permukaan agar-agar dengan menggunakan pinset steril.

Dari batang
Bila terdapat bilur yang dalam atau bilur di bagian dalam jaringan pembuluh, contoh dapat diambil dari jaringan bagian dalam untuk menghindari diperlukannya sterilisasi permukaan. Contoh dibelah membujur dari bagian yang sehat ke arah bagian yang sakit dengan menggunakan pisau yang telah  dibakar atau dengan  alat lain yang sesuai  untuk material berkayu.
Dengan menggunakan skalpel steril,  pindahkan jaringan-jaringan dengan hati-hati dari tepi utama luka ke permukaan bagian dalam yang baru disingkap. Dengan menggunakan pinset steril pindahkan potongan  jaringan yang panjangnya 3–5 mm ke cawan Petri yang berisi media agar-agar air leding atau media agar-agar lain yang sesuai. Pada batang yang tipis, biasanya bilur terbatas pada jaringan luar, atau tidaklah  mungkin untuk mengambil contoh jaringan bagian dalam. Dalam hal ini, potongan-potongan kecil jaringan sebaiknya diambil dari tepi bilur dengan menggunakan skalpel steril, permukaan disterilkan (1–3 menit dalam natrium hipoklorit 10%), dicuci dengan air steril, dan disimpan pada permukaan agar-agar.

Dari akar
Cucilah akar-akar yang kecil dan halus untuk menghilangkan tanah yang berlebihan, kemudian taruhlah di dalam mangkuk yang bagian dasarnya rata atau cawan Petri berisi 2–3 cm air, sehingga bagian akar yang berpenyakit mudah dilihat. Pisahkan akar-akar itu  dengan skalpel atau sepasang pinset. Selanjutnya, potonglah bagian akar yang mengarah ke tepi luka/bilur (sebaiknya panjangnya sekitar 5 mm) dengan menggunakan skalpel atau gunting steril. Sterilisasi permukaan juga dapat dilakukan sebentar, tetapi dengan material yang  halus seperti itu, cara pencucian yang lama mungkin yang terbaik. Hal ini dapat dilakukan dengan menaruh potongan-potongan akar dalam saringan yang halus di bawah air leding bersih yang mengalir secara perlahan selama 30–90 menit. Selanjutnya, dengan menggunakan skalpel atau sepasang pinset steril, pindahkan potongan akar ke cawan Petri yang berisi media TWA (atau media agar-agar lain), dengan menaruh potongan-potongan ke dalam permukaan agar-agar.
Kadangkala gejala penyakit tampak jelas, tetapi patogen penyebabnya ternyata sulit diisolasi. Bila hal ini terjadi, material  tanaman dapat diinkubasi di dalam wadah lembab untuk merangsang pembentukan tubuh buah dan sporulasi. Kendalanya, saprob yang terdapat pada permukaan  tanaman juga  dirangsang pertumbuhannya.
Penyekaan permukaan material sekilas dengan alkohol teknis atau larutan natrium hipoklorit 10% mungkin dapat menolong, tetapi dapat merusak struktur permukaan patogen yang ada. Cara lain, spesimen  dapat juga dicuci dengan air steril dan dikeringkan sebelum inkubasi.
Wadah lembab sebaiknya diinkubasi pada suhu di bawah 25°C dan yang terbaik disimpan di tempat yang terang, misalnya di meja laboratorium, namun tidak langsung terkena sinar matahari dan pada suhu yang diusahakan tetap untuk menghindari kondensasi. Wadah ini harus diperiksa setiap hari, diamati di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran rendah untuk melihat sporulasi. Selanjutnya, struktur  spora dapat  dipindahkan dengan menggunakan jarum halus yang steril untuk pemeriksaan mikroskopik yang lebih teliti atau untuk dikulturkan pada media agar-agar.
-          Isolasi Nematoda
Metode ekstraksi nematoda ada yang aktif, bertumpu pada gerakan nematoda, atau pasif, dengan memisahkan nematoda berdasarkan ukuran dan kerapatan. Metode paling sederhana untuk ekstraksi nematoda aktif ialah dengan menggunakan penampan Whitehead atau corong Baermann.

b.    Identifikasi
Identifikasi OPT dilakukan dengan membandingkan gejala pada tanaman, specimen OPT dan keterangan lainnya dengan literatur. Untuk hama tanaman identifikasi dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisiknya, sedangkan untuk pathogen maka dilihat pertumbuhan pada media, meliputi bentuk dan warna koloni, serta pengamatan secara makro dan mikroskopis.
2.4. Pengawetan specimen dalam koleksi         
a. Koleksi Hama
            Sampel hama dari lapangan dikoleksi secara basah dengan menggunakan etil alcohol (70-80%). Jika sampel hama diperoleh dalam jumlah banyak maka dapat juga diawetkan secara kering dengan dilakukan perentangan pada kotak koleksi serangga.
b.  Koleksi Patogen Tanaman
Koleksi pathogen tanaman berupa gejala pada daun dapat diawetkan secara basah dalam larutan FAA dan Tembaga Sulfat. Koleksi pathogen tanaman dalam bentuk kultur di media agar.
Pelabelan
Pelabelan penting untuk dilakukan sebagai data dasar dari koleksi hasil inventarisasi. Data pada label meliputi :
1.    Nama OPT
2.    Tanaman Inang
3.    Bagian yang diserang
4.    Gejala yang ditimbulkan
5.    Lokasi pengambilan sampel (alamat sebenarnya, koordinat dari GPS)
6.    Nama kolektor

Pendokumentasian
            Dokumentasi kegiatan inventarisasi penting dilakukan untuk merekam seluruh kegiatan yang dilakukan, dokumentasi yang dimaksud meliputi :
1.    Foto-foto dilapangan (gejala, serangga hidup dll)
2.    Foto-foto penanganan di laboratorium
3.    Foto-foto identifikasi dan koleksi

Monday, December 20, 2010

Preserved collection of dry and wet vertebrate pests

Preserved collection of dry and wet vertebrate pests  

The first part: Rat
By:
Irawan Erwin PermanaTechnical staff of BPTP Pontianak


Rats collection speciment
Collection of vertebarata pests require different treatments and ways when compared with the manufacture of collections of insect pests. With all the literature that discuss the collection of insect pests, how to make it relatively easy because it is very detailed. As for making collections of vertebrate pests is still very limited sources of information, especially in cyberspace. Therefore, I hope what has been done in BPTP Pontianak can give a little contribution in Indonesian plantation crop protection.

With all the resources that we have, we try to do the collection of vertebrate pests as one of the demands in the areas of our work as a field laboratory staff. The first thing we do is collecting insects from the field. Rats that we use comes from Segedong, one of the central areas of coconut plants in Pontianak regency.

Firstable, we killed rats with high doses of chloroform. Then we conduct screening to determine the type of collection we will do next. Screening is one of the decisions for us to make a collection of dry and wet. We decided to do a dry collection of a large rat among rats, whereas a rather small size made in the form of wet collections.
Screening of rats
The next step, we let the rats for at least 1-3 hours in a state of death so that the blood clot and does not splatter when our surgery. Perform preparation tools and materials needed to perform the surgery and skinning rats. 


Tool - a tool used namely, the base where the surgical do, rubber gloves (optional because sometimes makes working hand gloves hampered unless sensitive rubber gloves for medical standards); 10 ml syringes, scalpels and stem; sewing needle and cotton, elastic wire for a replacement the rat bones; wire cutters, collection box made of glass, styrofoam and knife. Materials - materials used, the powder to avoid fur flying rats and minimize odor, formaldehyde, cotton and camphor.


Tools and materials


Starting surgery and skinning:

  1. Start cutting the neck skin of rat, do it by pinching the skin in the neck. Try not to involve the flesh of rat. Then cut crosswise ± 1cm.
  2. Continue to cut the skin lengthwise toward sex mice (done with care, do not to cut in the flesh).
  3. Skinning process begins by pulling the skin so that apart from flesh (such as pulling clothes from the body) with care so will not to tear the skin or flesh come.
  4. Skin pulled up to a foot - the foot of a mouse in his wrist.
  5. Cut the foot of the rats in the wrist, prepare tissue for the anticipated release of blood.6. Then massage the rat tail, gently pull the tail bone out of his skin sheath.
  6. The last part of the process of skinning is to cut the neck of rats, so the only remaining part of the head and legs - legs of rats.After the skinning process is complete then the next part is to prepare the ingredients - ingredients for the filling mouse skin with cotton and then stitched. Prepare the syringe, then suck up to the limit of formaldehyde in 5 ml bottles. Insert the thread into the needle, with a length of yarn for sewing adjusted estimates along the body of rats from start sexes up to the neck of rats.
to be continued with pics...






Monday, December 13, 2010

Mengenal Lophobaris piperis Marshall dan Pengendaliannya

Oleh:
Erwin Irawan Permana (dari berbagai sumber)
Staf Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak

Lophobaris piperis Marshall dikenal sebagai hama pada tanaman lada yang menyebabkan kerugian secara ekonomis tinggi. Sudaryanto (2000) menyatakan bahwa, jenis hama utama pada tanaman lada di Lampung adalah penggerek batang (Lophobaris spp.) dan pengisap buah (Dasynus piperis) sedangkan penyakit utamanya adalah penyakit busuk pangkal batang (Phytophtora capsisi). Tingkat kematian tanaman muda dan tanaman produktif akibat serangan penyakit busuk pangkal batang mencapai antara 5-10 persen per tahun.


Dengan banyaknya kerugian yang ditimbulkan, maka kita harus mengenal lebih jauh mengenai makhluk yang satu ini. Lophobari piperis Marshall hanya salah satu dari genus Lophobaris yang menyerang pada tanaman lada. Pada tanaman lada terdapat 2 hama dari genus Lophobaris yang merugikan petani lada. Sutarno dan Agus (2009) menyatakan bahwa terdapat dua jenis kumbang penggerek yang menjadi hama tanaman lada, yaitu kumbang kecil (Lophobaris piperis) dan kumbang besar (Lophobaris seretipes). Disebut dengan kumbang kecil karena ukurannya yang sangat kecil, panjangnya hanya sekitar 4 mm dengan warna abu-abu berbercak kuning ditengahnya. Sementara itu, kumbang besar berukuruan lebih beasr dari kumbang kecil yang di Lampung dikenal dengan nama gagajah.

1.      Kumbang kecil aktif dari pukul 17.00 – 18.30 dan pada siang hari berisitirahat di rerimbunan dedaunan yang teduh dan gelap. Perkembangannya sangat cepat karena kumbang betina mampu bertelur hingga 525 butir setiap kali musim berkembang biak. Mereka menjadi hama tanaman lada karena menggerek batang tepat di buku – buku batang dan buku – buku cabang. Bagian yang terserang akan berlubang – lubang serta serangan yang serius mengakibatkan tanaman layu dan mati.
2.      Kumbang besar menjadi hama karena menggerek batang dan larvanya menghisap cairan tanaman di batang yang masih muda serta pucuk tanaman. Serangan serius mengakibatkan tanaman layu dan akhirnya mati.
    Dengan mengetahui dimana posisinya dalam pengelompokkan silsilahnya diharapkan dapat dipelajari lebih mendetail perihal karakteristik dan sifat-sifat khasnya dibandingkan dengan spesies lainnya. Berikut silsilah dari Lophobaris piperis :
Domain: Eukaryota  - Whittaker & Margulis,1978 - eukaryotes
Kingdom: Animalia - Linnaeus, 1758 - animals
Subkingdom: Bilateria - (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983
Branch: Protostomia - Grobben, 1908
Infrakingdom: Ecdysozoa - Aguinaldo Et Al., 1997 Ex Cavalier-Smith, 1998
Superphylum: Panarthropoda  - Cuvier 
Phylum: Arthropoda - Latreille, 1829 - Arthropods
Subphylum: Mandibulata  - Snodgrass, 1938
Infraphylum: Atelocerata  - Heymons, 1901
Superclass: Panhexapoda
Epiclass: Hexapoda
Class: Insecta  - C. Linnaeus, 1758 - Insects
Subclass: Dicondylia 
Infraclass: Pterygota
Order: Coleoptera  - C. Linnaeus, 1758
Suborder: Polyphaga  - Emery, 1886 - a genus of Blister Beetles (Meloidae)
Infraorder: Cucujiformia
Superfamily: Curculionoidea
Family: Curculionidae  - Latreille, 1802
Genus: Lophobaris
Specific name: piperis - Marshall, G.A.K., 1930
Scientific name: - Lophobaris piperis Marshall, G.A.K., 1930
Polyphaga adalah subordo terbesar dan paling beragam dari serangga jenis kumbang, nama ini berasal dari dua dua kata Yunani: poli-, yang berarti 'banyak, beragam', dan phagein, yang berarti 'makan', jadi subordo polyphaga disebut juga "pemakan segala". Subordo ini terdiri dari 144 Famili dari 16 superfamilies, dengan kemampuan adaptasi dan spesialisasi yang beragam. Subordo ini terdiri 300.000 jenis atau sekitar 90% dari spesies kumbang sejauh ini ditemukan (wikipedia, 2010). Karakteristik kunci dari Polyphaga adalah bahwa coxa belakang (pangkal kaki), tidak membagi perut pertama dan kedua / piring perut yang dikenal sebagai sternites. Juga, jahitan notopleural (ditemukan di bawah perisai pronotal) tidak hadir (Johnson et al. 2004).
Penggerek batang ini juga menjadi penyebab timbulnya penyakit yang disebut dengan “ganggang pirang“, setidaknya demikian yang diungkapkan oleh pakar penyakit tanaman dari UGM. Berikut kutipan diskusinya dengan staf Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak : ”Pemupukan N yang berlebihan ditambah dengan lapisan top soil hanya sekitar 15 cm menyebabkan kondisi tanaman lemah (batangnya lunak) sehingga disukai oleh hama penggerek batang lada (Lophobaris piperis) ”kata pakar penyakit dari UGM Prof. Dr. Bambang Hadisutrisno, DAA. Serangga ini membuat lubang gerekan dan mengeluarkan sekresi yang manis sehingga jamur Septobasidium bogoriensis yang memang sudah ada di udara terbuka menempel pada cabang/ranting juga pada serangga. Jamur Septobasidium epifitik terutama pada tanaman berkayu, dan parasitik pada serangga dan mengabsorbsi nutrien serangga dengan haustoria. Larva yang terparasit jamur tidak segera mati, menembus cabang lada membuat lubang atau terowongan di dalam cabang atau batang lada. Selanjutnya jamur berkembang dan mencapai permukaan, membentuk koloni berwarna kecoklatan mengelilingi batang atau cabang lada yang menyerupai lichenes. Warna kecoklatan ini oleh masyarakat disebut pirang, dan karena mirip lichenes maka disebut ganggang pirang (bptpbun pontianak, 2009).
Tanaman, binatang dan mikroorganisme bisa berinteraksi satu sama lain dimana interaksi tersebut dibutuhkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit untuk memasuki jaringan tanaman dengan vektor dari binatang (serangga) (Agrios 1980 dalam Marianne, 1988). Transmisi patogen jamur pada tanaman oleh serangga dapat terjadi melalui polinasi ataupun lewat luka karena proses makan dan peletakan telur oleh ovipositor. Kontaminasi serangga oleh jamur dapat terjadi diluar atau dalam tubuh serangga tersebut. Dapat terjadi hubungan simbiosis antar jamur dan serangga dimana jamur mendapatkan makanan dari eksudat yang dikeluarkan oleh serangga (Carter, 1973 dalam Marianne, 1988).
Pengendalian kumbang ini dapat dilakukan secara mekanis dan kimiawi. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara menggelar kain putih di dekat pangkal batang, kemudian menggoyang-goyangkan tanaman lada, sehingga kumbang berjatuhan. Setelah terkumpul di kain putih, kumbang dimusnahkan dengan cara dibakar (Sutarno dan Agus 2009). Pengendalian L. piperis dengan cara mekanis atau kimiawi dilakukan karena populasi serangga ini ditemukan sepanjang tahun. Pengendalian dengan cara mekanis dapat dilakukan setiap hari dengan cara mengambil dan membunuh serangga, baik serangga dewasa maupun larva yang terdapat pada tanaman. Pengendalian dengan cara ini selain mudah dilakukan juga aman bagi lingkungan (Rojak, 2002). Hama penggerek batang ini memiliki musuh alamu yaitu Spathius piperis yang menjadi parasit pada larva penggerek batang. Untuk meningkatkan populasi dari parasit ini maka dapat dilakukan dengan menanam Arachis pintoii (tanaman sejenis kacang-kacangan atau akar berbintil) diantara tanaman lada. Sehingga dengan cara ini serangan hama ini dapat ditekan (Sutarno dan Agus, 2009).

Sementara itu, untuk pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida Supracide 40 EC atau menyebarkan Furadan 3 G di sekeliling perakaran tanaman. Dosis yang aman dapat dibaca di kemasannya (Sutarno dan Agus, 2009). Rojak (2002) menyatakan bahwa pengendalian dengan menggunakan insektisida akan banyak menimbulkan kerugian. Selain biayanya yang tinggi dan mencemari lingkungan, juga dapat menyebabkan residu pestisida pada biji, terutama bila aplikasinya dilakukan pada saat musim buah tua/masak. Menurut Deciyanto dan Wiratno (1990, dalam Rojak, 2002), usaha pengendalian hama ini sebaiknya dihubungkan dengan tahap pertumbuahan tanaman. Saat pertumbuhan vegetatif, insektisida dengan daya residu panjang lebih aman digunakan. Saat tanaman sedang berproduksi, pengendalian hama akan lebih aman menggunakan insektisida dengan daya residu terpendek, karena residu diharapkan telah terurai sebelum panen sehingga buah lada aman untuk dikonsumsi. Selain itu, pengendalian dengan menggunakan pestisida, aplikasinya harus dilakukan pada waktu dan saat yang tepat. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari saat cuaca sejuk dan kelembapan tinggi. Biasanya pada saat tersebut serangga dewasa masih berada diluar tanaman sehingga bila dilakukan penyemprotan akan langsung mengenai sasaran.

Tingkat populasi serangga dewasa L. piperis tertinggi terjadi pada musim buah tua/masak yaitu pada bulan Juli – Oktober. Tingkat populasi terendah terjadi pada musim bunga yaitu bulan Januari – Maret. Pengendalian hama L. piperis dengan menggunakan pestisida sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat sehingga didapatkan hasil yang maksimal.

Daftar Pustaka

Sudaryanto Bambang. 2000. Pengendalian hama penyakit pada tanaman lada. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) Natar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 21 hal.

Sutarno & Agus Andoko. 2009. Budi Daya Lada; Si Raja Rempah-rempah. AgroMedia Pustaka. Cetakan 1.

Johnson, Norman F.; Triplehorn, Charles A. (2004). Borror and DeLong's Introduction to the Study of Insects (7th ed.). Belmont: Brooks/Cole. pp. 365–400, 428–429. ISBN 0030968356.

Marianne, P. de Nooij. 1988. The Role of Weevils in the Infection Process of the Fungus Phomopsis subordinaria in Plantago lanceolata. Blackwell Publishing. klik disini

Rojak, Abdul. 2002. PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN POPULASI HAMA PENGGEREK BATANG (Lophobaris piperis) PADA TANAMAN LADA. Buletin Teknik Pertanian Vol 7. Nomor 2. klik disini


Friday, December 10, 2010

How to understanding in controlling of Rats by Its Habbits (poisonous baits)

By
Erwin Irawan Permana
Field Laboratory Staff of BPTP Pontianak
West Borneo, Indonesia


Rats were group in pests of rice field mostly in Indonesia, but also attacks almost everything. Here in West Borneo besides rice field, rats attacks palm tree and cocoa. Althougt its not the major pests in the plantation, but still can effect to loss of yields.

How to control rats attack there’s a lot of ways, commonly use such as traps or use a bait with poisons. Rats have a specified characters such as neophobia. Neophobia is one of the rats characters that’s need to be concern in controlled rats. If we use a baits we need to make a free bait with no poisons, because the “neophobic” so rats will not eat the baits before he can sure that the baits is save to eat. The reaction of rats if seeing something new, then it will examine the thing and mostly it will make a new trail to avoid that new thing (it is nephobia means).

Besides neophobia rats always stick on its pathway, rats will not make a different trail to move from the nest to the source of its food. That is why we can control them by looking for their tracks. An active nests is different from the nonactive nests, we can see the different from its pathway that existing near the nests. Rats also have a habbits that can help us to find their nests, rats always pee and drops their feses a long in their pathway. The smell of urine and feses of the rats can help us to put the freebait (without poisons) in their ways. Use of poison that have a chronical effects is recommended because its neophobic. If a rats dead because of an accute poison, it will makes others afraid of eating the baits.

After we put a free baits, than we monitored the free baits to make sure that the rats eat it. In free baitings we can also make a various baits, so we can know which baits that the rats prefered to eat. But in this case, we can use a baits from palm tree or cocoa. After we have the results from the freebaitings of rats, then we now go to the next steps. Firstable we need to prepare the poisons, we can make the poisons from organic material such as gadung (it’s a local fruit) that have a poisonous effects or we use a chemical posions such as choumatetralyl (we can buy it from limited chemical store or from university labs).

The organic material need to process before we can use it, my advice is we use the chemicals poisons for its simplicity to use. We can drawn the baits in a water that contains with poisons, or we can use it with the baits that we make ourselves. We can make a baits from essence of cocoa mix with wax and choumatetralyl. We cook in metal bowl to melt the wax, then we put the essence of cocoa or cheese, after that we put the poisons and stir until mix together. Before the wax goes hard, we take an ice tray then we pour that mixed wax in it. After its hard then we knock out the wax from ice tray and now we have a poisonous baits of our own. One thing that I known from my college Doctor, “Rats is color blind, its depends on their sense of smelling to identified things”. That’s for sure that we can make our own free baits, and just focused on the essence to attract rats.

Back to our discuss about controlling rats with poisonous baits. Now after we have the poisonous baits, we can starts to put the baits in rats pathways. The scenario is that one of the rats eat the baits and because its doesn’t know that the baits is poisonous so another rats will eat the baits too. The active poisons of choumatetralyl will make an effect after seven days. The symptom is very hard dehydrate from the rats, that is because this active poisons (choumatetralyl) attacks the bloods of rats by its specific form to antikoagulated the bloods. So the rats will tried to drink lot of water and that’s why the rats will dead near by the source of water.

That is what I know about rats and their habbits in the context of controlling its attacks on plantation. In other case my senior use fishery waste to attrack the rats. He use the head of shrimp waste mix with wax and poisons to baits the rats, and he succeed to controlled it. That’s why I just make an example about the baits, so we can improvize to choose the suitable ways to controlling rats in our place.

Im sorry because my english its not that good enough, but I tried to do best…
Hopefully this article helps you…