Saya tertarik dengan teorinya malthus, terutama mengenai deret ukur dan deret hitung. Realita yang terjadi saat ini mengenai stok pangan dan permasalahannya kurang lebih sudah dijelaskan oleh malthus. Yang membuat saya memuat tulisan ini karena ada yang berpendapat bahwa masalah ketersediaan pangan dan jumlah penduduk dapat diselesaikan dengan KB. Rawan pangan menjadi masalah dunia, tetapi dunia yang mana? Negara dunia ketiga saya rasa yang menjadi korban dari teorinya malthus, atau sebuah negara di eropa zaman dulu yang kelaparan dan kalah perang karena serangan penyakit pada kentang yang menyebabkan terjadinya gagal panen. Tapi jika kita lihat sekarang, jangan terlalu jauh ke eropa, kita lihat Jepang. Jika sebuah negara didukung oleh niat dari masyarakatnya yang kuat untuk maju, maka mereka bisa bertahan dengan kondisi SDA yang ada dengan pertumbuhan penduduknya. Sebetulnya dengan hanya mengedepankan solusi Keluarga Berencana, rasanya kurang adil karena masalah ini adalah wilayah privasi seseorang. Solusi rawan pangan di negara ini masih bisa mengedepankan solusi selain KB.
Bagaimana dengan alih fungsi lahan pertanian dengan tanah subur yang seakan dibiarkan begitu saja, padahal bukan dengan alasan untuk perumahan penduduk, hanya menjadi Mal dan Apartemen mewah, lebih bermanfaat lagi jadi wakaf kuburan. Bagaimana dengan pembukaan sejuta hektar lahan untuk perkebunan sawit di Kalimantan. Padahal banyak lahan kering di Indonesia ini yang bisa ditanami oleh padi lahan kering. Berdasarkan data World Bank (2003), lahan kering di Indonesia ada 24 juta ha, lahan ini juga potensial untuk program diversifikasi pangan dan diversifikasi produksi pertanian dengan tanaman kehutanan, peternakan, dan perkebunan.
Alih fungsi lahan yang pertama, diversifikasi pangan yang kedua misalnya, ketergantungan akan beras saat ini memang sudah sangat luar biasa. Bisa disebut masyarakat indonesia dari sabang sampai merauke addicted to rice kemana yang namanya nasi jagung, tiwul, sagu atau makanan tradisional lainnya.
Prinsip tunggal kecuali masalah Ketuhanan, pada dasarnya tidak baik. Misalnya pertanaman monokultur lebih rentan untuk terjadinya ledakan populasi hama misalnya. Sama halnya dengan padi, ketergantungan terhadap sumber bahan makanan pokok padi saat ini menjadi masalah yang kita alami, hal ini yang mungkin luput dari perkiraan ketika mencanangkan revolusi hijau tahun 1980-an dengan “memaksakan menanam padi dimana-mana”.
Dan masih banyak lagi solusi lainnya yang lebih bisa dikedepankan untuk dipikirkan, tidak hanya singkat saja dengan KB. Saya ingin kembali pada statement awal, Indonesia bisa swasembada padi tahun 2008, apakah karena program KB?
No comments:
Post a Comment